Pagi
ini seperti biasa setelah cek-cek
orderan dan transferan baju, saya membuka socmed. Diawali dengan log-in ke facebook, lalu scroll-scroll, dan berhentilah mata sa di sebuah artikel yang di share
teman saya tentang Solaria yang ternyata belum mendapat sertifikat halal dari
MUI. Saya baca artikelnya disini. Saya search lagi dan
akhirnya saya menemukan beberapa berita yang memastikan kalau Solaria memang belum mendapat sertifikat halal dari MUI.
Wow..saya
lumayan kaget dengan berita itu. Solaria. Tempat makan yang punya cabang di
banyak kota, yang punya banyak penggemarnya. Dan sialnya chicken gordon bluenya
favorit saya. Kok bisa resto sekelas itu tidak ada sertifikat halalnya?
Pada saat itu juga, saya menyadari kebodohan saya sebagai konsumen yang cuek, tidak mau tahu dan tidak cari tahu tentang halal haram makanan yang masuk ke perut ke saya. Saya terlalu yakin kalau resto besar dan sudah punya nama begitu pasti halal. Setelah baca berita itu, saya segera share di twitter. Ada beberapa respon kaget
dari teman-teman. Ada juga teman yang share artikel tentang Bread Talk dan JCo yang katanya juga belum
memiliki sertifikat halal dari MUI. Tapi saya tidak cari tahu soal itu walau itu membuat saya bertambah kaget lagi. Seriously, saya sepertinya terlalu meremehkan hal haram halal ini. Saya terlalu yakin dengan kebesaran nama tempat makan itu sehingga tidak mau cross check lagi, padahal saya
tahu halal haram itu tidak bisa ditawar.
Malamnya, saat sedang online, saya melihat timeline dari
seorang selebtwit yang baru saja share tweet dari temannya. Inti dari share itu adalah temannya tersebut menganggap lucu (bahkan bodoh katanya) publik yang gampang terpengaruh isu Solaria memakai minyak babi. Menurut logika dia, pekerja dan koki di Solaria itu ratusan, sebagian besar adalah muslim, mana mungkin mereka
diam saja kalau ada yang mencampur minyak babi ke makanan.
Menurut saya, dia naive. Banyak kejadian rumah makan yang walaupun tidak sebesar Solaria (tapi berdiri jauh lebih lama dari Solaria) yang ternyata ketahuan mencampur minyak babi atau menggunakan ayam tiren (ini pengalaman saya sendiri bisa dibaca disini ) padahal pelayannya, juru masaknya adalah muslim yang statusnya adalah pekerja lepas, tidak terikat kontrak sehingga gampang sekali kalau mau membocorkan rahasia tempat makannya. Tapi ternyata para pelayan dan koki itu tutup mulut sampai belasan hingga puluhan tahun kemudian baru terungkap setelah gonta ganti puluhan karyawan. Ini soal loyalitas atau juga bisa soal nafkah. Lalu apa tidak mungkin itu terjadi di Solaria? Mungkin saja...
Jadi logika hanya berperan sebagai pendingin sementara di sini. Intinya adalah umat, masyarakat butuh jaminan dan kepastian dari lembaga yang kompeten dalam bidang tersebut dan
jaminan itu berupa sertifikat halal dari MUI yang ternyata belum pernah diurus
oleh pihak Solaria sejak pertama kali mereka beroperasi. Setelah muncul isu ini baru akhirnya pihak Solaria berjanji untuk mengurus
segera sertifikat halal bagi restonya.
See...ternyata kita masih sangat menganggap remeh soal halal haram
ini. Saya sebagai konsumen malas bertanya atau cari tahu tentang halal haramnya suatu tempat makan karena saya menganggap remeh.Saya yakin kalau
semua makanan apalagi dengan pasar yang besar seperti Solaria, atau Breadtalk, atau J-CO
itu pasti ada sertifikat halalnya karena ini di Indonesia gitu looh..negara dengan penduduk muslim
terbesar di dunia. Saya lalai...Pihak Solaria apalagi, sudah pasti mereka menganggap remeh soal sertfikat halal
itu. Mereka sibuk ekspansi tempat usaha sebanyak-banyaknya. Tujuannya hanya profit dan
profit. Lupa kalau ada kepentingan masyarakat yang tida bisa dianggap enteng
disini. Pihak MUI selaku pihak yang
kompeten seharusnya juga aktif. Solaria kan bukan usaha
yang kecil. Muslim banyak yang makan di sini. Kecuali kalau sistem kerja mereka memang "menunggu bola". Siapa yang
daftar, ya itu yang dilayani untuk mengurus sertifikat halal.
Intinya saya rasa kalau semua mau
aktif cari tahu dan tidak menganggap remeh perkara halal haram ini, tidak
akan terjadi isu yang akhirnya membingungkan masyarakat seperti ini. Dan tidak perlu menyalahkan kompetitor atas isu tersebut karena cepat atau lambat isu seperti ini pasti akan bergulir. Lebih cepat justru lebih baik.Lebih cepat untuk memperbaiki diri.