Kamis, 29 Agustus 2013

Kartu Lebaran, Riwayatmu Kini

Kemarin, di saat menjelang lebaran terlintas di pikiran saya kalau zaman bergerak terlalu cepat. Masih ingat rasanya bahagia saat gerbang rumah dibuka oleh pak pos membawa kartu lebaran. Entah untuk mama, papa, saya, atau adik tapi selalu ada secercah bahagia saat memegang amplop bertuliskan nama dan alamat tujuan yang ditulis tangan sang pengirim surat. Merasa sangat dekat,merasa sangat diingat. Belum lagi perasaan senang yang makin membuncah saat mulai membuka amplop dan melihat kartu lebaran seperti apa yang dipilih sendiri oleh orang di seberang sana yang ingin mengucapkan selamat hari raya. Melihat untaian kalimat  didalamnya yang kadang ditambah dengan pesan pribadi yang juga ditulis sendiri. Benar-benar membuat saya dan juga keluarga merasa istimewa. Lebaran menjadi penuh makna. Permintaan maaf sang pengirim kartu pun terasa begitu tulus karena saya merasakan juga ada perjuangan untuk menyampaikannya. Perjuangan memilih kartu, merogoh kocek untuk membeli kartu, memberi pesan pribadi yang ditulis
sendiri, mencari tahu alamat yang dituju, dan mengantar kartu ke kantor pos untuk segera dikirim ke alamat tujuan.

Bandingkan dengan sekarang dimana meminta maaf, mengucap selamat menjadi begitu mudah, begitu murah, begitu praktis, begitu gratis (kadang),dan begitu tidak personal. Mengetik pesan pribadi ucapan maaf dan selamat bisa copas dari teman atau hasil buah karya tahun lalu. Mengirim pesan pun berbarengan sehingga tidak sempat menyebut nama yang dituju karena satu pesan untuk puluhan bahkan ratusan nama. Lalu modal pulsa? Tidak banyak, karena provider banyak menawarkan promosi kirim sekian sms gratis sms sekian ratus. Sangat ekonomis. Bukannya tidak menghargai semua usaha itu, selama beberapa tahun yang lalu pun hal seperti itu setiap tahun selalu saya lakukan. Namun, saya hanya berpikir kalau zaman terus berjalan begini cepatnya mungkin beberapa tahun ke depan ucapan Selamat Hari Raya idul Fitri dan maaf lahir bathin benar-benar akan kehilangan maknanya.Hanya sekedar basa-basi belaka.Atau mungkin zaman itu sudah dimulai?

2 komentar:

  1. itulah... *apa itulah? hehe menyikapi fenomena bc/sms semacam ini, kadang saya gapernah bales kalo emang bc. barangkali alasannya agak sombong, akan tetapi bagi saya entah kenapa selalu menganggap bc (apapun itu) adalah sesuatu yang biasanya isinya kurang penting hehe. kalo bukan bc (artinya dikirim satu-satu, kalo di bb kan keliatan tuh mana bc mana bukan dari warna tulisannya) insya Alloh akan saya bales, meskipun kata2nya tidak orisinil, yang penting ada niat buat ngirim satu-satu. hehe, maksudnya lebih personal. keep up the good writing :) saya udah mulai tidak konsisten nih, mudah2an lebih istiqomah ke depannya. Cheers :

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasi udah mampir Pak Warid. Iya kalau satu persatu masih kerasa ya usahanya walupun bisa jadi itu copy paste juga..Hahaha, sama nih mood nulisnya naik turun. Mulai nggak konsisten juga. Mari saling menyemangati..hehe..

      Hapus