Jumat, 26 Juni 2020

Tentang Tempat Baru dan Amigdala

Gambar dari sini : 

Hai, sudah setahun lebih sejak postingan terakhir di blog ini. Postingan terakhir bercerita tentang review pompa ASI Medela dkk. Setelah itu, seperti biasa, dunia nyata kembali sibuk menarik saya ke dalam rotasinya. Perputaran rutinitas tanpa henti. Menabung energi hanya untuk kemudian dihabiskan di esok hari. Tidak ada waktu untuk benar-benar memperbaiki kualitas diri, untuk benar-benar peduli, untuk benar-benar mencari. Setiap harinya hanya berusaha bertahan untuk tetap berada dalam garis standar yang sudah ditetapkan diri. Tidak berambisi melampaui. Tidak juga berusaha membuat garis itu semakin tinggi. Keinginan untuk cerita-cerita lagi di blog ini munculnya sudah ratusan kali tapi tenggelamnya ribuan kali. Berhubung hari ini lagi on fire untuk nulis, saya mau cerita-cerita aja deh soal kepindahan saya di tempat baru. Kayaknya belum pernah, ya?

Netizen be lyke : ANDA SIAPA YA??? 💁👀

April 2019, Tempat Baru

Saya pindah ke tempat kerja baru. Pindah ke tempat baru, sesantuy apa pun seseorang, tidak pernah akan menjadi sangat mudah. Saya harus memperkenalkan diri berkali-kali, belajar mengenal kebiasaan-kebiasaan yang berlaku, berusaha membaur tanpa terlihat sok asik, mempelajari pekerjaan baru, dan berhati-hati dalam bersikap agar kehadiran saya tidak mengganggu keharmonisan yang telah tercipta. Itu membutuhkan energi yang cukup besar. Tentu ada sedikit kesalahan-kesalahan dalam pekerjaan, ada suasana kikuk yang tercipta, dan ada usaha yang cukup keras untuk mempelajari hal-hal baru terkait pekerjaan, juga kebiasaan.

Tapi saya beruntung. Kalau bisa dibilang sangat beruntung. Selain karena saya berada di lingkungan baru yang ramah dan suportif, juga karena sahabat saya berada di kantor yang sama (walaupun sama-sama anak baru). Itu semua sangat membantu proses ngeblend saya jadi lebih smooth. Paling tidak, itu membantu saya untuk tidak mengeluarkan energi lebih banyak lagi menghadapi drama-drama kantoran. 

Walaupun saya extrovert 80 sekian persen wkwwk, tapi tetap saja yang namanya anxiety itu tetap datang di hari-hari pertama. Sahabat saya ini lah tempat saya bertanya segala-gala mulai dari kebiasaan apel, atribut, sampai karakter kantin dan penjaga kantor. Dia juga tempat saya curhat saat mengalami hari-hari awal yang sulit (dapat kerjaan menghitung angka kredit dengan jenis peraturan yang berbeda-beda sesuai jabatan fungsionalnya itu beraaat..), dan juga teman nyari makan saat saya belum berani masuk kantin karena pasti ramai. Berasa kayak anak baru di sekolahan. Untung dia sabarnya banyak. Thanks a lot! 

Setelah berhasil adaptasi, mulai deh berani main-main ke kantin. Tidak rutin karena saat itu waktu istirahat saya lebih banyak habis untuk pumping di mushola dan pulang ke rumah setor ASIP.  Bisa dibilang itu hari-hari paling melelahkan sekaligus hari-hari yang paling terjadwal dalam hidup saya. Masuk kantor 7.30, apel pagi, lalu kalau kerjaan tidak terlalu padat akan sarapan pagi di kantin atau di luar kantor bareng anak-anak ruangan (ciye udah punya temen), kerja sampai jam 10 lalu pumping lagi di mushola sekitar 20menit, lanjut kerja, jam 12 (kurang dikit hehe..) pulang ke rumah untuk makan, solat, mengASIhi. Setelah beres, kembali ke kantor dan kerja lagi sampai pukul setengah 4. Teng.

Sebelumnya, sama seperti ke pabos-pabos terdahulu, di awal kerja bersama, saya selalu bilang soal cara kerja saya, soal saya yang selalu pulang tepat waktu alias no lembur-lembur club kecuali sangat-sangat mendesak. Tidak lembur bukan berarti saya meninggalkan pekerjaan tidak selesai di kantor, tapi saya memang tidak pernah keberatan untuk membawa pulang pekerjaan ke rumah. Apakah tydac ribeudh? Tydac, karena saya sudah terbiasa begitu. Biasanya pekerjaan kantor baru saya sentuh saat anak-anak sudah tidur atau saat bangun jam 3 atau 4 pagi. Dan selama ini, pabos-pabos tidak pernah ada yang keberatan. Bagi saya penting untuk pabos tahu cara kerja saya di awal agar di kemudian hari tidak ada sambatan-sambatan yang mengganggu keharmonisan kerja. 

Lalu tadi lagi cerita apa? Oh, iya. Intinya, I'm blessed. Alhamdulillah. Saya diberi rezeki pindah di waktu yang tepat yaitu 2 minggu sebelum cuti hamil habis. Saya dikelilingi orang-orang baik di lingkungan lama yang membuat saya berat untuk meninggalkannya. Kangen Reni dan Erlhy yang random dan lugu parah sampai harus ngubek-ngubek google dan debat panjang lebar untuk mencari tahu nama Bapaknya seseorang 😂, kangen makan Ayam Gembus yang hampir tiap hari disatroni sampai tidak perlu order lagi, kangen makan tongseng kambing yang penjualnya paham banget level pedas tingkat dewa saya, dan masih banyak lagi. (Duh, harusnya ini bisa jadi konten sendiri!) Saya juga dikelilingi orang-orang baik di lingkungan baru yang membuat pindah saat itu, menjadi lebih mudah. Mbak Delis, Emil, Galih, Yuna...iya, makasih berat.

Saat menulis ini, sudah satu tahun lebih berlalu. Tempat baru ini, kini sudah menjadi rumah lagi. Sudah bisa kangen makanan di kantinnya, sudah bisa merasa kehilangan saat ada teman-teman yang pindah, sudah bisa menyapa teman dengan lantang dari kejauhan, sudah berani komen di grup kantor walau sebatas memberi ucapan ulang tahun hehehe...

Ngomong-ngomong rumah, saya jadi ingat lagunya Amigdala, (kan random lagi...) lagu yang beberapa bulan ke belakang jadi lagu favorit saya. Judulnya, Kukira Kau Rumah. Potongan liriknya begini, 

"Kau datang tatkala 
Sinar senjaku telah redup 
Dan pamit ketika 
Purnamaku penuh seutuhnya 
Kau yang singgah tapi tak sungguh 
Kau yang singgah tapi tak sungguh 
Kukira kau rumah 
Nyatanya kau cuma aku sewa 
Dari tubuh seorang perempuan 
Yang memintamu untuk pulang"

Duh, gak papa deh dibilang anak indie pencinta kopi dan senja. Tapi ini si Mbaknya beneran niat banget nulis liriknya. Ada masalah apa siiih di hidupnya? Sedalam apa lukanya? #lah

Ini link video clipnya yang juga aesthetic bangets, ada nari-nari ala pertunjukan teater, ada komen-komen puitis jugak. Full package...


Udah ah, segitu dulu. Besok (besok) dilanjut lagi!

2 komentar:

  1. Astaga, paragraf pertamanya relate bgt, soal menabung energi cuma buat dihabiskan esok hari, hanya memenuhi standar harian, nggak ada (belum ada) ambisi utk ningkatin garis itu... Perasaan2 ini kok kayaknya kenal �� klo aku sekaligus resah mo sampe kapan kayak gini. *curcol

    Tp selamat ya taaaan sudah merasa di rumah. Semoga menjadi rumah yg ngasih kisah2 berharga dan menyenangkan :')

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tentu saja relate, Tan. Kan isi curhatan tante-tante banyak mau (tapi hobi rebahan) mah begitu 😂. Terima kasih sudah mampir, kasih comment, dan mendoakan. Kangen paraaaah ~

      Hapus