Sabtu, 07 Januari 2017

THE 100 YEAR OLD MAN WHO CLIMBED OUT OF THE WINDOW AND DISAPPEARED (JONAS JONASSON)



Begitu banyaknya kesalahpahaman justru menjadikan buku ini penuh humor. Beberapa hal yang di dunia 'normal' tentu akan dianggap sebagai bencana, di buku ini dijelaskan seolah itu peristiwa yang biasa-biasa saja. Allan yang pada usia 13 tahun sudah menguasai keterampilan membuat ledakan itu biasa saja. Lenin yang mengambil alih kekuasaan juga biasa saja (satu-satunya yang membuat Lenin menjadi masalah pribadi hanya karena Lenin melarang segala bentuk kepemilikan pribadi atas tanah tepat sehari setelah ayah Allan membeli 12 meter persegi tanah yang akan beliau tanami strawberry Swedia), penjahat yang mati karena Julius lupa telah 'mendinginkan' penjahat tersebut dalam suhu di bawah beku selama 10 jam adalah peristiwa biasa. Seorang Jelita yang memelihara gajah bernama Sonya juga biasa, seorang penjahat yang mati terduduk Sonya juga biasa saja.

Satu-satunya yang dianggap penting hingga menjadi peristiwa besar adalah menghilangnya seorang kakek bernama Allan berumur 100 tahun dari rumah lansia. Yah, tentu saja itulah awal mula segala peristiwa yang 'biasa-biasa' saja dalam buku ini.

Buku ini memiliki alur campuran. Pembaca akan dibawa mengikuti petualangan Allan Karlsson yang berumur 100 tahun sejak ia menghilang dari rumah lansia. Di sela-sela perjalanan yang 'biasa' itu, diselipkan alur mundur hidup Allan dari kecil. Awalnya saya bertanya-tanya, mengapa Allan bisa hidup selama itu? Namun di tengah-tengah buku, saya mengerti bahwa wajar saja dia bisa hidup sangat lama. Bahkan temannya, Einstein yang ingin segera mati pun kesal karena Allan selalu bisa lolos dari lubang jarum. Kematian seolah enggan menjemputnya. Membaca ini, saya jadi ingat cerita Abu Nawas. Keberuntungan dan akal yang luar biasa selalu membantunya melewati waktu-waktu berbahaya. Di sisi lain, novel ini bisa menjadi pembelajaran sejarah jika saja tokoh-tokoh non fiksi dalam novel ini tidak diubah karakternya dengan semena-mena oleh Jonas Jonasson. Dengan santainya dia bercerita tentang komunis, sosialis, kapitalis beserta tokoh-tokohnya. Peristiwa-peristiwa sejarah besar banyak sekali muncul di buku ini dan selalu berujung dengan gelak tawa saya sebagai pembacanya karena peristiwa seserius itu dibelokkan dengan kecepatan tinggi menjadi cerita komedi.

Ada adegan dan narasi yang paling berkesan dan sangat lucu bagi saya yaitu saat Mao Tse Tung, Kim Il Sung, dan Marsekal Meretskov merundingkan sebuah tempat di mana Allan yang alergi terhadap ideologi komunis bisa pergi berlibur.

"Akhirnya Mao mengusulkan Bali. Allan mengeluhkan minuman pisang dari Indonesia, dan itu membuat Mao memikirkan Indonesia. Bali juga bukan komunis, meskipun komunisme mengintai di semak-semak, seperti di tempat lain, dengan pengecualian Kuba. Tetapi, mereka akan dapat memperoleh minuman lain selain minuman pisang, Ketua Mao yakin itu."

Akhirnya saya bertanya-tanya. Berapa persen kebenaran dalam banyak peristiwa sejarah yang dibeberkan dalam buku ini? Kemudian saya mendapat sedikit gambarannya saat Allan berkunjung ke Bali, Indonesia dan bercerita secara gamblang tentang keadaan politik di Indonesia, cara-cara mencapai kekuasaan politik di daerah, Indonesia dia bawah kepemimpinan Soeharto, dan masih banyak lagi hal lainnya. Hal yang bahkan sampai saat ini tidak terlalu berani dibicarakan oleh mayoritas orang.

Empat bintang untuk buku ini, tadinya lima tapi karena ada beberapa narasi Allan yang menyentil rasa nasionalisme saya, dengan sangat subjektif saya kurangi menjadi 4. Buku ini sangat menghibur dan harus dibaca dengan pikiran terbuka serta jiwa yang besar. Toh, ini kan cerita fiksi ;")

8 komentar:

  1. Terjemahannya bagus gak, Mbak? Aku pengen beli sih bukunya waktu itu, tapi ragu sama kualitas terjemahannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bagus kok, Kim. Aku sih suka-suka aja kalau buku terjemahannya Bentang. Eh, itu bentang kan ya? *malah ragu*

      Hapus
    2. Bentang kok mbak, saya juga punya ;)

      Hapus
  2. AKU PUNYA YANG GADIS KENTHANK~

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. samaan lho mbak bagian favoritnya... hahaha. kok bisa?
    kalau kata saya sih ini buku humor, semua kejadian dibuat (seakan-akan) biasa saja mungkin untuk menegaskan karakter mbah Allan yang emang lempeng dan cool (kalau nggak mau dibilang sedikit psikopat. Etapi dia sempet merasa takut juga ding pas dia dipenjara ketemu sama missionaris itu. Seru lah (ngomongnya lempeng juga).

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, bener, Lu. Jadi lucunya adalah buku ini seolah-olah dibuat untuk tidak lucu. Jadi malah benar-benar lucu. Kakek Alan lempeng banget menjalani hidupnya. Mungkin ini rahasia umur panjang hehehe...

      Hapus